Kaharingan merupakan kepercayaan yang dianut masyarakat adat Dayak Meratus di Kalimantan Selatan yang kini terancam punah. Kepercayaan itu tidak tertuang dalam sebuah kitab suci sebagaimana agama lain yang berkembang di Indonesia, melainkan berkembang lewat budaya bertutur oleh tetua adat atau mereka yang memiliki kemampuan khusus.
Agama kepercayaan. Kaharingan pada masyarakat adat Dayak Meratus dituturkan secara khusus oleh Tetua adat yang terpilih sehingga tidak semua orang bisa dan mampu mempelajarinya. Selain itu, pada masyarakat adat Dayak Meratus memang tidak ada guru khusus yang bertugas memberikan pelajaran tentang agama, sementara pemerintah sendiri tidak mengupayakannya. Hal tersebut diperparah kondisi generasi muda Dayak Meratus yang enggan mempelajari cara bertutur menurut kepercayaan mereka itu. Agama kepercayaan Kaharingan bagi masyarakat Adat Dayak Meratus erat kaitannya dengan aktivitas keseharian mereka seperti merambah hutan, berhuma, berburu dan pelaksanaan upacara adat. Namun saat ini sejalan dengan kemajuan ilmu dan teknologi kegiatan upacara keagamaan dan budaya masyarakat Adat Dayak Meratus telah mengalami pergeseran dan mulai kehilangan makna.
Ilmu dan teknologi yang merambah hingga ke pedalaman Pegunungan Meratus tempat tinggal komunitas Dayak Meratus membuat generasi muda mereka mulai beranggapan bahwa adat mereka primitif.Pelaksanaan upacara adat seperti Aruh Ganal misalnya kini lebih banyak dilakukan hanya untuk pemenuhan kewajiban dan kadang untuk tujuan komersial dalam menarik wisatawan. Generasi muda Dayak Meratus yang berpendidikan perhatiannya terkonsentrasi pada masalah pengakuan dan perjuangan akan hak-hak masyarakat. (has)
Dayak kiyu yang berdomisili di pegunungan Meratus di kaki Gunung Taniti Ranggang.Di sebelah timur halat (batas) desa kiyu dengan desa Juhu.Di sebelah barat halat (batas) dengan desa Hinas Kiri.Di sebelah selatan halat (batas) dengan desa sumbai dan desa Batu Perahu. Disebelah utara halat (batas) dengan desa Mangkiling. Dayak kiyu mayoritas penduduknya beragama kaharingan dan seluruh penduduk asli kampung tersebut. Kepercayaan yang dimiliki Masyarakat kampung kiyu cenderung kepercayaan akan roh nenek moyang karena ini merupakan kepercayaan yang turun enurun, terus-menerus melaksanakan ritual dan Masyarakat percaya bahwa roh nenek moyang dan keluarga mereka tinggal di pohon-pohon besar di hutan. Posisi rungku (rumah) Masyarakat kiyu berkelompok tepi sungai Pang Hiki.
Latar belakang terjadinya kampung Kiyu.
Pada suatu hari ada beberapa warga yang ingin mencari iwak (ikan) saat itu mereka kalau ingin mendapatkan iwak dengan cara Maliyu dan Manabat sungai (membandung sungai) dengan mengelihkan /memindahkan air sungai ke seluran yang sudah mereka sediakan . Cara ini mereka lakukan agar mendapat ikan yang lebih banyak. Dari sebutan Maliyu lah mereka memberi nama ‘KIYU’. Disebelah kiri ada sungai hulu kiyu dan di sebelah kanan ada sungai Panghiki. Diantara kedua belah sungai itu mereka menyebut Murung kiyu (kampung). Dari dua kata MALIYU dan MURUNG inilah mereka memberi nama dengan sebutan ‘KAMPUNG KIYU’.
Luas wilayah desa kiyu 7,632.48 hektar
Jumlah penduduk laki-laki : 83 jiwa
Jumlah penduduk perampuan : 78 jiwa
Jumlah umbun (kk) : 42 jiwa
Struktur Kelambagaan Masyarakat Kiyu
Kepala Adat dan Kepala Balai
Kepala Adat, merangkap menjadi penghulu (untuk menikahkan) sekaligus juga untuk permasalahan yang menyangkut adat istiadat, seperti menantukan Aruh (pesta adat). Kepala Balai, biasanya tinggal di Balai (rumah adat) dan juga bertugas sebagai pemimpin acara ritual (Aruh) dan dalam adat Dayak Meratus pimpinan acara Aruh disebut BALIAN (merupakan orang yang dipercaya untuk memimpin acara Aruh).
a. Manty
Manty; berfungsi sebagai untuk mengetahui di bidang pemerintahan.
b. Pang Irak
Pang Irak; bertugas mengelola masyarakat adat dan mecakup semua urusan-urusan yang ada di dalam masyarakat adat tersebut.
c. Kepala Padang
Kepala Padang; bertugas mengetahui seluruh kawasan atau wilayah kekuasaan masyarakat adat kampung kiyu dan mengetahui halat-halat (batas),Munjal (bukit) dan Lambak (lembah) yang menjadi warisan masyarakat yang satu dengan lain di dalam kampung tersebut.
Hukum Adat
Hukum adat yaitu, kebiasaan –kebiasaan yang terjadi dalam masyarakat yang dilakukan secara terus menerus dan akhirnya menjadi sebuah peraturan dalam masyarakat itu sendiri. Hukum adat suku dayak kiyu masih lekat dalam tata cara hidupnya sehari-hari tanpa melupakan Hukum Nasional.Seperti;Hukum Waris, Hukum Pertanahan, Hukum Perkawinan yang didasarnya adalah Hukum Adat Desa kiyu yang terbentuk dari kebiasaan masa lampau dari leluhur yang menjadi aturan-aturan hidup di Desa Kiyu.Waris leluhur ini menjadi budaya bagi mereka dan tetap di pertahankan sampai sekarang diantara cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan perkebangan yang ada.
Sangsi-sangsi
Sangsi merupakan tebusan atau bayaran kesalahan bagi yang melanggar peraturan hukum adat kiyu. Yang berupa; Tahil,Denda dan bayar Pitutuh. Sangsi ini bisanya pelanggaran pencurian,penebangan pohon tanpa ijin,pencamaran nama baik,pengambilan hak waris dan pemerkosaan.
Upacara Adat
Masyarakat adat kiyu memiliki ritual upacara adat yang secara turun menurun dan terus-menerus dilakukan.Upacara ini sendiri merupakan tradisi yang mengandung nilai budaya yang tinggi mereka warisi dari nenek moyang.
Bahuma atau berladang merupakan kegiatan utama masyarakat kiyu.Aktivitas ini menjadi identitas masyarakat kiyu, upacara ritual adat ini tidak selalu berkaitan dengan Bahuma. Puncak dari tradisi ritual Bahuma adalah aruh ganal (aruh besar),yakni pesta adat berupa syukuran atau selamatan yang dilakukan di balai (rumah adat). Aruh ganal disebut juga Bwanang Banih Halin atau upacara Mahanyari banih beras. Artinya ,melakukan acara selamatan karena terpenuhi hajat mendapat hasil padi yang baik selama bahuma tidak mendapat musibah
.
Basambu.
Basambu, merupakan ritual masyarakat desa kiyu untuk menyembut padi yang sudah berubah untuk meminta pertolongan pada leluhur agar padi tumbuh baik dan dihindarkan dari gagal panen. Acara ini di laksanakan di dalam balaidan di lakukan oleh beberapa orang balian 1-3 malam pada akhir bulan maret ke awal bulan april.
Aruh Bawanang,(mahanyari).Aruh bawanang ini dilakukan dalam rangka menyembut panen banih (padi) dan baru bisa dilaksanakan setelah seluruh tandun/umbun (kelompok kepala keluarga) setelah selesai padinya. Upacara aruh ini biasanya dilaksanakan pada bulan juni selama 3-5 malam di balai adat kiyu.
Aruh ganal (penutup).merupakan aruh terakhir dan paling besar, biasanya dilaksanakan sampai tujuh hari tujuh malam di dalam balai,upacara ini di katakan pesta panen. Setelah selesai mengatam banih(penuai padi) berat dan waktunya ditentukan oleh Tatuha balai (pimpinan balai).Aruh ini biasanya dilaksanakan dalam kelender Masehi jatuh pada bulan september.
Kesenian
Kesenian atau tari masyarakat adat kiyu yaitu;Tari Bangsai,tari Kanjar dan tari Gintur. Tarian-tarian ini biasanya dilakukan pada saat upacara adat yaitu; aruh adat.(pesta adat)
.Tari ini dilakukan pada awal atau pada pembukaan acara adat akan dilaksanakan, yang di tarikan oleh orang tua maupun anak muda. Bahkan bagi para undangan pun diperbolehkan ikut mempertunjukakan kelincahannya dalam melentunkan tarian tersebut.
Mata Pencaharian
Sebagian besar mata pecaharian masyarakat kiyu bersifat homogen seperti bertani. Setiap pagi masyarakat kiyu pergi ke huma (ladang) dan manugal.Kemudian menjelang sore hari baru mereka kembali pulang, tetapi ada sebagian yang tinggal menetap di huma (ladang) selama masa tanam.Huma biasanya berjarak 3-5 km dari pemukiaman atau kampung. Kebanyakan di desa kiyu semua anggota keluarga ikut andil melakukan pekerjaan bahuma. Hasil pertaniannya tidak untuk di jual tetapi untuk dikonsumsi sendiri, hasil panen di simpan di kindai (lumbung) sebagai persediaan bahan makanan.Selain bertani untuk kebutuhan hidup masyarakat kiyu memamfaatkan potensi HHNK (hasil hutan non kayu) seperti; kemiri, irik , bamban, rotan, sarang semut dan getah damar, yang tanpa merusak tatan hukum adat. Usaha komersial yaitu ;berkebun kacang tanah, pisang, cabe rawit, bibit meranti dan panjang.